HARIMU AL-AZHAR KU
Hari ini, Sebulan berlalu Al-Azhar Genap Berumur 1076 tahun.
Jauhar al-Shiqly, seorang Jendral Dinasti Fatimiyah yang berasal dari pulau Sisilia (sekarang wilayah Italia) mengawali pembangunan masjid al-Azhar pada 24 Jumadil Ula 359 H/ 4 April 970 M. Kemudian pada 7 Ramadhan 361 H/ 22 Juni 971 M, al-Azhar pertama kalinya digunakan untuk shalat.
Luas masjid al-Azhar pada pertama kali dibangun hanya separo dari masjid yang sekarang, kemudian Khalifah Fatimiyah al-Hafidz li Dinillah meluaskannya dan membangun kubah bermotif relief, dan kubah tersebut masih ada sampai sekarang.
Pada masa Dinasti Mamalik, masjid al-Azhar kembali dihidupkan oleh Amir Izzudin Aedmar, setelah ditutup pada zaman Dinasti Ayyubiyah. Tepat pada 18 Rabiul Awwal 665 H/ 19 November 1266 M, masjid al-Azhar kembali digunakan untuk shalat Jumat.
Pada perkembangannya, Kapten Alauddin Thibris pada tahun 709 H/1309 M membangun madrasah Thibrisiyyah yang menempel ke masjid al-Azhar. Saat itu yang berkuasa di Mesir adalah Sultan Nasir Muhammad Qalawun. Tiga puluh tahun kemudian, Amir Alauddin Aqbagha membangun madrasah Aqbaghawiyah yang beraada di sebelah kiri gerbang Muzayyanain, disusul pembangunan madrasah Jauhariyah oleh Amir Jauhar al-Qanqabawi Khazandar.
Perkembangan Al-Azhar sebagai Sebuah Univesitas
Qadhi al-Qudhat Abu Hasan Ali bin Nu’man adalah ulama yang pertama mengajar di al-Azhar, yaitu pada tahun 365 H/975 M. Kemudian menteri Ya’kub bin Kals al-Fatimy mengumpulkan para ulama untuk mengajar di al-Azhar; menggaji dan menempatkan mereka di asrama yang dekat dengan al-Azhar. Mulai saat itulah al-Azhar menjadi pusat keilmuan yang terkoordinasi.
Shalahauddin al-Ayubi di masa kekuasaannya menutup masjid al-Azhar demi membela Ahlussunnah wal jamaah, karena al-Azhar pada awalnya dimiliki oleh Syiah. Kemudian setelah Dinasti Mamalik berkuasa, pengajian di al-Azhar dibuka kembali dengan mendatangkan ulama-ulama besar, seperti Syekh Izzuddin bin Abdisalam.
Pada masa Dinasti Mamalik, masalah administrasi dan keuangan al-Azhar diurus oleh pemerintah. Saat itu, istilah Syekh al-Azhar belum dikenal. Kemudian pasa masa Turki Utsmani, diangkatlah Syekh al-Azhar yang pertama pada tahun 1101 H/1690 M, yaitu Syekh Muhammad bin Abdullah al-Kharrasyi.
Pada awalnya, al-Azhar tidak mengeluarkan ijazah kepada mahasiswa yang telah lulus. Kemudian pada masa kekuasaan Khidevi Ismail (1288 H/1872 M), disahkanlah undang-undang tentang ijazah al-Azhar. Mahasiswa yang berhak mendapatkan ijazah adalah mereka yang telah lulus ujian 10 mata kuliah yang meliputi fikih, ushul, hadits, tafsir, tauhid, nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi’ dan mantiq.
Tahun 1314 H/ 1896 M, pada masa kekuasaan Khidevi Abbas Hilmi II, yaitu pada kepemimpinan Syekh Hasunah Nawawi (Syekh ke-23) dikeluarkanlah keputusan bahwa pendidikan di al-Azhar berlangsung selama 15 tahun dengan syarat sudah baik dalam hafalan dan baca tulis al-Quran.
Kemudian Syekh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri, Syekh al-Azhar ke-30, pada tahun 1349 H/ 1930 M mengeluarkan keputusan untuk membagi pendidikan al-Azhar menjadi beberapa tingkatan; 4 tahun untuk ibtidai dan 5 tahun untuk tsanawi. Beliau juga mendirikan fakultas Ushuluddin, fakultas Syariah dan fakultas Lughah Arabiyah.
Pada 11 Muharram 1381 H/ 5 Juli 1961 M, disahkanlah undang-undang nomor 103 yang menjadikan al-Azhar sebagai universitas besar yang memiliki fakultas umum; fakultas al-muamalat wa al-idariyat, fakultas Teknik, fakultas Kedokteran dan fakultas Pertanian. Selain itu, al-Azhar juga mendirikan kampus untuk mahasiswi dengan semua fakultasnya; fakultas Kedokteran, fakultas Sains, fakultas Perdagangan, fakultas Dirasat Islamiyah dan fakultas Dirasat ijtimaiyah wa al-nafsiyah.
Sumber: Majalah al-Azhar edisi Jumadil Ula 1435 H.
Komentar
Posting Komentar