Ujian Praktik Dari Tuhan


Ujian Praktik dari Tuhan

Beberapa tahun yang lalu saya selesai membaca sebuah buku yang isinya membicarakan tentang hari akhir, yang aspek pembahasannya lebih menekankan pada adanya kehidupan setelah kematian. Judulnya "Nafkhatu al-Ba'tsi; Syawahid al-Hayah Ba'da al-Maut" (Hembusan Kebangkitan; Bukti2 Kehidupan Setelah Kematian). Buku tersebut adalah kumpulan ceramah Fathullah Ghulen, seorang ulama asal Turki, yang kini menetap di Pennsylvania, Amerika. Ghulen dipandang sebagai tokoh Sunni moderat, mirip dengan Said Nursi.

Buku yang saya baca ini asalnya berbahasa Turki, lalu diterjemahkan oleh Nuruddin Shawas, seorang penulis dan peneliti asal Turki yang tulisannya banyak dimuat di media online milik Majalah Hira. Buku ini terbilang tipis, hanya berjumlah 111 halaman. Diterbitkan oleh Dar el-Nil, Kairo, pada tahun 2015. Meskipun kecil, menurut saya isinya sangat bagus. 

Buku ini secara gari besar menjelaskan makna kehidupan, tujuan dari wujud, permasalah kematian dan kehidupan setelahnya. Dalam buku ini beliau ingin menegaskan bahwa iman kepada hari akhir adalah permasalahan yang bukan hanya berkaiatan dengan individu atau satu bangsa tertentu, akan tetapi juga berkaitan dengan permasalahan umat manusia secara keseluruhan dan perdaban yang eksistensinya naik turun itu.

Menurut Ghulen, kehidupan adalah asal dari penciptaan dan wujud, karena memang pencipta kehidupan adalah Allah Swt., yang Maha Kekal. Adapun  kematian itu hanya perkara yang datang tiba-tiba, yang setelah insiden itu berakhir, semuanya akan kembali seperti semula. Karena pada intinya kematian itu hanyalah satu warna kehidupan, yaitu kehidupan yang diam, yang suatu saat akan bangkit lagi menjalani hidup yang baru, itulah yang dimaksud hari kebangkitan.

Allah Swt. berfirman: "Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah." (QS. al-Haj: 5).

Keimanan terhadap adanya kehidupan setelah kematian itu sangat urgen. Dalam buku ini digambarkan beberapa urgensi itu. Misal, seorang anak kecil yang kehilangan orang terkasihnya, ibu atau bapaknya, atau bahkan keduanya, dia akan sangat terpukul, meronta mencari orang tuanya. Jika ia tahu bahwa orang tuanya telah tiada, ia kan menangis di atas kuburnya berharap dihidupkan kembali. Di saat seperti ini ia butuh sesuatu yang menenangkan. Di saat seperti inilah urgensi keimanan terhadap adanya kehidupan setelah kematian sangat penting dihembuskan kepada hati sang anak. Dengan keimanan itu dia akan bisa tegar menatap masa depannya. Karena ia menjadi yakin, ini hanya perpisaahan sementara.

Bukan hanya anak kecil, orang dewasa pun ketika kehilangan orang tercintanya pasti menahan rasa sakit yang begitu dalam. Pasangan suami istri yang berpuluh-puluh tahun hidup bersama, membesarkan anak bersama, ketika salah satunya pergi, sudah pasti rasa sakitnya bgitu dalam. Anak2 yang ditinggalkan juga sangat merasa kehilangan. Saudara2nya pun akan merasa kehilangan. Apa lagi ketika orang yang pergi selama masa hidupnya sangat baik, rasa sakit orang yang ditinggalkan pun akan semakin dalam, dan lebih dalam lagi apabila berbalut dengan penyesalan. Namun ketika keimanan itu sudah menancap di hati, perlahan rasa sakit itu akan diganti rasa rindu yang pada akhirnya memotivasinya melakukan hal2 yg kelak bisa mengantarkannya kembali bertemu dengan orang yang dicintainya itu.

Di sini saya berfikir, seharusnya jika keluarga kita ditinggal orang tercinta, keluarga kita malah harus semakin bersemangat menyongsong kehidupan ke depan. Menyongsong dengan cara2 kebaikan, yakni dengan cara mempererat ikatan persaudaraan dengan sesama suadara yang ditinggalkan. Karena dengan seperti itu, kelak ikatan keluarga akan disatukan lagi dalam keadaan yang lebih indah. Tapi memang hal itu sering tidak disadari banyak kluarga. Ketika orang tertua dalam sebuah kluarga sudah tiada, acap kali ikatan keluarga itu lepas. Orang2 di keluarga itu mulai hidup sendiri2, seolah-olah di antara mereka sudah tidak ada ikatan, mereka sudah menjadi orang lain bagi sauadaranya. Bahkan ada yang berbalik menjadi musuh hanya karena rebutan warisan. Padahal, jika keluarga yang ditinggal tetap akur, itu bisa memberi keberkahan pada kluarga itu sendiri dan makin menambah hembusan ketentraman pada orang yang telah pergi.

Mendapat kesadaran semacam ini dari buku tersebut, saya punya cita2 untuk menyampaikan isi buku itu dan hasil pemahaman saya di masyarakat, kelak ketika pulang. Karena memang saya sering sakli melihaat seorang anak ditinggal orang tuanya, kehidupannya menjadi bgitu tidak teratur. Kesedihannya menjadi berlarut sehingga menyebabkan perkembangannya tidak terkontrol. Tidak sedikit pula keluarga yang ketika ditinggal orang yang dituakan, malah bubar. Saya pikir akan sangat memalukan ketika kelak dipertemukan dengan orang yang dituakan itu di akhirat, ternyata keluarga yg ditinggal sudah bubar. Coba kalau ditnya seperti ini, "Nak, aku membesarkan dan mendidik kalian semua agar setelah aku tiada kalian bisa tetep guyub, kok malah jadi seperti ini?"

Tapi sebelum mewujudkan cita2 itu nampaknya Tuhan perlu menguji saya dulu. Mirip seperti ujian praktik di sekolah. Di masa2 akhir saya kuliah di Mesir seperti ini, sebelum pulang, saya harus merasakan sakitnya kehilangan. Kehilangan orang tercinta. Orang yang paling dituakan di keluarga. Yah, ibu saya beberapa waktu lalu dipanggil. Meninggalkan anak, suami dan beberapa sauadara kandung. Ibu saya adalah orang yang paling dituakan di keluarga, karena eyang saya dua2nya sudah lama tiada. 

Ketika mendengar kabar kepergiannya__maklum hanya bisa mendengar, jarak dan keadaan tidak memungkinkan untuk pulang__hati saya bersuara, "Terima kasih ya Rab, Engkau memberi ujian praktik padaku. Berarti Engkau benar2 mengawasi perkembanganku. Kalau begitu saya tidak akan bersedih lama, karena aku sadar, Engkau selalu mengawasi perkembanganku, melebih ibuku. Tapi aku minta sesuatu untuk melaksanakan ujian praktik ini, berikan aku kekuatan untuk menjalani semua ini, kekuatan untuk menyatukan keluarga ini, agar kelak aku tidak ditanya Ibu, "Farid, kenapa setelah aku tinggal, keluarga malah bubar?". Bismillah

اللهم اغفر لها وارحمها وعافها واعف عنها

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Membuktikan Eksistensi Tuhan" Apakah menjadi salah satu alasan Al-Quran diturunkan?

Grand Syekh Al-Azhar adalah juga Syekh Islam & Umat Islam

Grand Syekh Al-Azhar Ke - 12